Who's Fransisca Betha?

Monday 6 May 2013

Enstein, Mutiara Hitamku


Senang sekali mendapatkan file foto ini. Ternyata msh tersimpan dalam folderku. Sebuah foto yg waktu itu saya abadikan dengan camera VGA dari sebuah handphone made in China. Dan hanya foto itu satu-satunya yg msh tersimpan. Bayi itu adalah mutiara hitam pertama yg atas ijin Tuhan, dia lahir melalui bantuan kedua tanganku ini. Foto ini memaksa memory saya utk flasback mengingat peristiwa di sebuah Rumah Bersalin swasta di yogya. Ingat betul, siang itu datang seorang ibu hamil dari arah pintu masuk dengan berpakaian daster merah lusuh, tidak beralaskan kaki, rambut gimbal tidak beraturan, penampilan hitam dekil dengan ekspresi wajah kesakitan. Sebuah pemandangan yg sangat menyita perhatian setiap mata perawat2 bidan disekitarku. Namun tdk 1pun yg tergerak melangkahkan kaki utk menghampiri ibu itu, malahan tertegun sejenak membicarakan penampilan ibu itu. Tanpa pikir panjang, aku ambil kursi roda dan kuantar pasien ke ruang pemeriksaan.
Setelah ku anamnesa, kusiapkan semua instrumen pemeriksaan dan kubaringkan ibu itu, tak kunjung datang bidan senior yg biasanya langsung melakukan pendampingan. Sepertinya aku harus keluar ruangan utk melapor bahwa pasien sdh siap utk diperiksa. Bidan ketua tim lah yg turun mendampingi. Aneh, untuk membuka pakaian pasien itu pun beliau tdk mau. Dia hanya sibuk memakai handscone dan memegang kapas sterilnya. Dalam hati saya tau, bahwa bidan seniorku hanya jijik dan tdk tahan dengan kondisi pasien ini yg memang dari ujung kepala sampai ujung kaki menebar aroma badan yg sangat tidak enak. Hal ini membuat sikap pasien sudah kesakitan pun menjadi sedikit takut dan canggung. Tampak sekali dari sikap dan sorot matanya. Lalu kuberanikan diri utk meminta ijin ke bidan seniorku, utk mengambil alih pemeriksaan fisik ke pasien itu. Tampaknya bidan itu sangat senang sekali dengan tawaranku. Kutuntaskan pekerjaanku dengan tanpa beban. Hasilnya: Ny.Sely umur 24th, G1P0A0Ah0, gravida 39+5minggu, inpartu kala1 fase laten. Ya, fase laten, krn berdasar hasil pemeriksaanku didapat permbukaan servic berdiameter 3cm (pembukaan-3).
Lalu aku keluar, dan tampaknya suami ibu Sely sdh menunggu hasil pemeriksaan. Namun kuserahkan hasil laporanku ke bidan senior, dan beliaulah yg menyampaikan. Ruangan kelas 3, tempat pasienku berbaring sambil menunggu pembukaan lengkap. Sejak saat itu, semua bidan selalu menyuruhku dalam setiap pemberian tindakan utk ibu Sely. Dengan perasaan heran bercampur senang dan ikhlas kulakukan semua pekerjaan itu sepenuh hati, sama seperti ketika aku menangani pasien-pasienku yg lain. Singkatnya, sampai bayi bu Sely lahir, sayalah yg terus mendampingi dengan sabar. Membersihkan badannya, sampai pasienku nyaman dan kembali ke bangsal nifas. Sayangnya, shift saya sudah habis, dan waktunya utk pulang. Dan besoknya, saya kebagian shift siang.
Besoknya, saat saya dtg shift siang, ternyata bu Sely sdh akan persiapan pulang. Lalu kulihat ada susu formula di dlm kantong plastiknya. Dan kutanya, kenapa harus diberi susu formula? Ibu Sely bilang: ASI saya banyak tapi puting susu saya datar sus, jd bayi tidak mau menyusu. Dalam hati saya kesal, pasti tdk ada yg bersedia megajarkan breastcare dan cara memerah ASI. Sementara menunggu suami bu Sely mengurus administrasi, saya sempatkan untuk mengajarkan perawatan payudara dan cara memerah dan memberikan ASI ke dalam botol.  Lalu saya ijin utk menjadi perawat pendamping saat mengantar pasien ini pulang dengan ambulance. Dengan tujuan supaya saya tau dmna tempat tinggalnya. Dan saya pun inisiatif bertukar nmr HP. Krn besoknya shift pagi, saya janjian dengan bu Sely utk berkunjung ke rmhnya (lebih tepatnya kost2an) pd siang hari.
Besoknya, saya berkunjung ke rumah bu sely. Kulihat payudara bu Sely bengkak dan badan agak hangat. Lalu kuajarkan dan kusarankan bu Sely untuk seseing mungkin melakukan breastcare dan memeras ASI. Kemudian kuajarkan bagaimana cara memandikan dan merawat bayi yg benar, meski dengan perlatan dan kondisi yg seadanya. Krn mereka hanya tinggal di kamar kost berukuran 3x3 dan sangat sempit utk mereka tinggal bertiga. Setelah itu, kusampaiakn beberapa informasi termasuk mengenai bagamana mengelola makan untuk bu Bu Sely. Saya senang bisa berbagi pengetahuan pd org yg tepat membutuhkannya. Lalu senang sekali sore itu saya diajari masak hidangan khas Papua, Papeda dengan Ikan Kuah Kuning. hmmm,, yummy. Kita pun makan sore bersama dengan menu itu. Sore itu, mereka menamai bayi Bu Sely dengan nama "Enstein" :D
Mereka bilang, setelah 40 hari, mereka akan terbang ke Papua. Sayang sekali saat keberangkatan mereka, saya sedang tugas lapangan di Magelang, hanya bisa berpamitan lewat tlp. Dan nmr HP bu Sely juga sdh tdk bisa dihubungi lagi. Hmmm,,, Enstein, mutiara hitamku, dia pasti sudah berlari2 dan berteriak2. Atau mungkin dia sudah punya adik..?? hehe
Whatever happens to you, Enstein,, I wish you grew up to be a great kid and becomes the pride of your parents. GBU.

No comments:

Post a Comment