Who's Fransisca Betha?

Wednesday, 15 January 2014

Menyusui Saat Hamil

Belum lama melahirkan dan sedang memberikan ASI ekslusif pada bayi, tiba-tiba Anda dinyatakan postif hamil lagi.
Menurut pakar ASI dr. Eveline PN, SpA dari RS St. carolus Jakarta, jika kehamilan Anda dinyatakan sehat oleh dokter, teruskan menyusui. Secara alami tubuh akan memprioritaskan pemberian zat gizi kepada janin yang sedang tumbuh, tanpa mengurangi porsi yang dibutuhkan untuk membentuk ASI.
Beberapa penelitian juga menyimpulkan, sepanjang ibu sehat tidak ada teori yang menvonis menyusui dapat memicu keguguran atau persalinan prematur. Adanya hormon oksitosin yang dilepas tubuh saat menyusui, ditakutkan akan merangsang kontraksi rahim. Padahal, rahim memiliki daya tahan cukup kuat untuk mencegah efek hormon oksitosin.
Teruskan menyusui jika:
  • Kehamilan dinyatakan sehat dan normal oleh dokter.
  • Usia bayi di bawah 6 bulan. Rekomendasi AmericanAcademy of Pediatrics adalah, susui bayi setidaknya satu tahun, sedangkan rekomendasi WHO, 2 tahun atau lebih.
  • Faktanya, tetap menyusui lebih mudah dilakukan dibanding menyapih.
  • Tetap menyusui membiasakan kakak menyesuaikan diri atau berbagi dengan adik. Peluang terwujud lebih besar jika Anda terus menyusui bayi dan kakak bersamaan (tandem nurshing)

Stop jika:
  • Kehamilan dinyatakan berisiko tinggi oleh dokter, misalnya memiliki riwayat keguguran.
  • Ada kontraksi atau tanda-tanda persalian dini seperti nyeri pinggang bagian bawah, tekanan di dasar panggul, kram, keluar lender, darah atau air ketuban. Jika terjadi segera berbaring, hubungi dokter untuk mendapat jalan keluar terbaik.
Agar gizi cukup
Wajar jika timbul rasa khawatir bahwa dengan tetap memberikan ASI pada si sulung berarti Anda telah mengambil porsi zat gizi yang semestinya diberikan kepada janin. Namun tahukah Anda, alam telah membekali tubuh Anda untuk memprioritaskan pemberian zat gizi kepada janin yang sedang tumbuh tanpa mengurangi porsi yang disalurkan untuk membentuk ASI.
Jadi, Anda tak perlu khawatir janin atau kakaknya kekurangan gizi. Si kakak tak perlu disapih, apalagi jika usianya masih di bawah 6 bulan, mengingat ASI masih merupakan makanan utamanya sampai dia berusia 6 bulan.

Selama Anda memerhatikan pola makan dengan menjaga asupan  gizi yang seimbang dalam menu makanan sehari-hari dan mengonsumsi cairan yang cukup, yakni minimal 8 gelas per hari, maka keduanya akan mendapat asupan gizi yang baik pula. Selain itu, supaya tetap fit, jaga kondisi dan kesehatan tubuh dengan istirahat dan olahraga ringan dengan cukup

Imunisasi Untuk Hidup Anak Indonesia

Imunisasi lengkap melindungi anak dari kesakitan, kecacatan & kematian

Tuesday, 14 January 2014

Imunisasi, Investasi Kesehatan Masa Depan

Imunisasi merupakan investasi kesehatan masa depan karena pencegahan penyakit melalui imunisasi merupakan cara perlindungan terhadap infeksi yang paling efektif dan jauh lebih murah dibanding mengobati seseorang apabila telah jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit.

Dengan imunisasi, anak akan terhindar dari penyakit infeksi berbahaya, maka mereka memiliki kesempatan beraktifitas, bermain, belajar tanpa terganggu masalah kesehatan. Namun demikian, sampai saat ini masih terdapat masalah-masalah dalam pemberian imunisasi, antara lain pemahaman orang tua yang masih kurang pada sebagian masyarakat, mitos salah tentang imunisasi, sampai jadwal imunisasi yang terlambat.

Untuk mengatasi masalah tersebut, diperlukan kerja sama lebih erat lagi antara masyarakat, orang tua, petugas kesehatan, pemerintah, LSM, maupun akademisi. “Keberhasilan upaya imunisasi telah terbukti dapat menyelamatkan jiwa manusia dari penyakit infeksi berat seperti polio, difteri, pertusis, tetanus, campak, hepatitis, dll,” dikatakan dr Badriul Hegar, Sp.A(K), Ketua Umum PP-IDAI.

Pada kesempatan sama, dr Toto Wisnu Hendrarto, Sp.A, Ketua Panitia Simposium, mengatakan, ”Data terakhir WHO, terdapat kematian balita sebesar 1,4 juta jiwa per tahun akibat penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, misalnya: batuk rejan 294.000 (20%), tetanus 198.000 (14%), campak 540.000 (38%). Di Indonesia sendiri, UNICEF mencatat sekitar 30.000-40.000 anak di Indonesia setiap tahun meninggal karena serangan campak, ini berarti setiap dua puluh menit seorang anak Indonesia meninggal karena campak."

“Hambatan program imunisasi antara lain karena geografis negara Indonesia terdiri dari pulau-pulau, ada yang sangat sulit dijangkau, sehingga pelayanan imunisasi tidak dapat dilakukan setiap bulan, perlu upaya-upaya khusus di daerah dan pendekatan luar biasa pada kawasan strategis, perkotaan, pedesaan dan khususnya kawasan terisolir untuk mencapai sasaran, kemitraan dengan program kesehatan lainnya seperti pelayanan KIA (Kesehatan Ibu dan Anak), gizi, UKS (Usaha Kesehatan Sekolah).  Khususnya hambatan yang berupa rumor dan isu-isu negatif tentang imunisasi, maka kepada para profesional inilah kami mohon bantuannya untuk memberikan informasi bahwa vaksin yang disediakan pemerintah aman, telah melalui tahapan-tahapan uji klinik dan izin edar dari BPOM. Vaksin yang dipakai program imunisasi juga sudah mendapat pengakuan dari Badan International WHO dan lolos PQ (praqualifikasi).”

“Sebagai penerus bangsa, anak Indonesia harus sehat secara fisik maupun mental. Imunisasi adalah pilihan terbaik untuk mencegah penyakit. Pemerintah dan orang tua berkewajiban memberi upaya kesehatan terbaik demi tumbuh kembang anak,“ dikatakan Prof DR dr Sri Rezeki S. Hadinegoro, Sp.A(K), Ketua Satgas Imunisasi IDAI. ”Terdapat beberapa hal yang menghalangi dilakukannya imunisasi pada bayi, antara lain sulitnya menjangkau populasi yang tidak dapat terakses fasilitas kesehatan, menolak imunisasi, imunisasi yang terlambat, imunisasi ulangan tidak diberikan, persepsi negatif terhadap imunisasi, bahkan pemikiran bahwa imunisasi dapat menyebabkan efek samping berbahaya, yang seharusnya orang tua lebih takut kepada penyakitnya daripada efek samping yang pada umumnya ringan, kegagalan vaksin-vaksin baru dan karena takut pada keamanan imunisasi,” tambahnya.

”Hal yang penting diperhatikan adalah keteraturan dalam pemberian imunisasi. Jadwal disesuaikan dengan kelompok umur yang paling banyak terjangkit penyakit tersebut. Hasil beberapa penelitian melaporkan bahwa kadar kekebalan (antibodi) yang terbentuk pada bayi lebih baik daripada anak yang lebih besar, maka sebagian besar vaksin diberikan pada umur enam bulan pertama kehidupan. Beberapa jenis vaksin memerlukan pemberian ulangan setelah umur satu tahun, untuk mempertahankan kadar antibodi dalam jangka waktu lama,” ditekankan Prof Sri Rezeki.

Sementara itu, Prof Dr dr IGN Gede Ranuh, Sp.A(K) mengatakan, “Masyarakat seringkali sangat khawatir akan efek samping imunisasi seperti pegal-pegal dan demam daripada penyakitnya sendiri dan komplikasinya yang dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Misalnya anak yang terkena campak akan mengalami demam tinggi yang berpotensi menimbulkan kejang untuk anak yang mempunyai riwayat kejang demam dan dapat mengalami radang paru atau radang otak sebagai komplikasi campak. Sedangkan beratnya demam akibat imunisasi campak tidak seberapa apabila dibandingkan penyakitnya.”

“Reaksi samping imunisasi dapat disebabkan faktor penyimpanan yang kurang memperhatikan sistem ‘rantai dingin’ (cold chain), cara menyuntiknya karena ada vaksin yang harus disuntikkan ke dalam otot tapi ada juga yang ke lemak. Reaksi samping setelah imunisasi dapat ditemukan reaksi umum (sistemik) seperti demam ringan setelah imunisasi DPT. Demam itu sendiri adalah suatu reaksi tubuh ketika membentuk kekebalan. Untuk mengurangi demam dan rasa tidak nyaman bisa diberikan obat penurun panas,” lanjutnya.

"Masa depan bangsa Indonesia ditentukan anak-anak yang sehat. Anak-anak sehat akan menciptakan dunia yang sehat. Untuk itu, jagalah kesehatan anak-anak sejak dini dengan memberikan imunisasi,” tutupnya.

Imunisasi Dasar pada Bayi

Berikut adalah lima imunisasi dasar yang wajib diberikan sejak bayi:
  • Imunisasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin) sekali untuk mencegah penyakit Tuberkulosis. Diberikan segera setelah bayi lahir di tempat pelayanan kesehatan atau mulai 1 (satu) bulan di Posyandu.
  • Imunisasi Hepatitis B sekali  untuk mencegah penyakit Hepatitis B yang ditularkan dari ibu ke bayi saat persalinan.
  • Imunisasi DPT-HB 3 (tiga) kali untuk mencegah penyakit Difteri, Pertusis (batuk rejan), Tetanus dan Hepatitis B. Imunisasi ini pertama kali diberikan saat bayi berusia 2 (dua) bulan. Imunisasi berikutnya berjarak waktu 4 minggu. Pada saat ini pemberian imunisasi DPT dan Hepatitis B dilakukan bersamaan dengan vaksin DPT-HB.
  • Imunisasi polio untuk memberikan kekebalan terhadap penyakit polio. Imunisasi Polio diberikan 4 (empat) kali dengan jelang waktu (jarak) 4 minggu.
  • Imunisasi campak untuk mencegah penyakit campak. Imunisasi campak diberikan saat bayi berumur 9 bulan.
Efek samping Imunisasi

Imunisasi kadang mengakibatkan efek samping. Ini adalah tanda baik yang membuktikan vaksin betul-betul bekerja secara tepat. Efek samping yang biasa terjadi adalah sebagai berikut:

BCG: Setelah 2 minggu akan terjadi pembengkakan kecil dan merah di tempat suntikan. Setelah 2–3 minggu kemudian pembengkakan menjadi abses kecil dan kemudian menjadi luka dengan garis tengah �10 mm. Luka akan sembuh sendiri dengan meninggalkan luka parut kecil.

DPT: Kebanyakan bayi menderita panas pada sore hari setelah imunisasi DPT, tetapi panas akan turun dan hilang dalam waktu 2 hari. Sebagian besar merasa nyeri, sakit, merah atau bengkak di tempat suntikan. Keadaan ini tidak berbahaya dan tidak perlu mendapatkan pengobatan khusus, dan akan sembuh sendiri. Bila gejala tersebut tidak timbul, tidak perlu diragukan bahwa imunisasi tersebut tidak memberikan perlindungan, dan imunisasi tidak perlu diulang.

Polio: Jarang timbuk efek samping.

Campak: Anak mungkin panas, kadang disertai kemerahan 4–10 hari sesudah penyuntikan.

Hepatitis B: Belum pernah dilaporkan adanya efek samping.

Gigi Susu Anak Mulai Tumbuh

Gigi susu mulai terbentuk saat janin baru berusia 6 minggu dan sudah lengkap sempurna saat bayi dilahirkan. Gigi pertama tumbuh saat bayi berusia antara 6 - 9 bulan. Pada usia 3 tahun biasanya semua gigi susu sudah tumbuh secara lengkap.

Gigi susu bertahan cukup lama dalam masa pertumbuhan anak. Gigi depan akan mulai tanggal pada usia 6 atau 7 tahun, sedangkan gigi-gigi geraham akan tanggal ketika anak berusia 12 atau 13 tahun.

Gigi susu berperan penting untuk menentukan posisi tumbuh gigi tetap nantinya. Jangan lupa, gigi sangat diperlukan untuk menggigit dan mengunyah makanan demi tumbuh-kembang anak.

Beberapa penelitian menemukan bahwa anak-anak yang giginya rusak lebih besar kemungkinan mengalami masalah dalam pertumbuhannya dan lebih rentan menderita obesitas. Itu karena masalah pada gigi bisa  mempengaruhi selera makan anak (pasti tak enak kan, harus makan saat sakit gigi), juga membuat proses pencernaan makanan kurang sempurna.

 Rewel, lebih banyak mengeluarkan air liur, gusinya memerah, bahkan demam merupakan gejala-gejala bayi yang akan tumbuh gigi. Supaya proses ini berlangsung agak nyaman bagi bayi, berikut hal-hal yang bisa ibu lakukan:

• Oleskan teething gel yang kandungan bahan aktifnya bisa mengurangi rasa sakit pada gusi bayi dan mengurangi risiko radang

• Berikan teething toys. Simpan mainan tersebut di kulkas sebelum digunakan karena menggigiti benda dingin membuat gusinya terasa lebih nyaman. Tapi jangan simpan mainan tersebut di freezer ya Ma, soalnya benda yang keras atau beku malah bisa menyebabkan gusinya sakit. Hindari juga teething ring yang mengandung cairan, karena jika robek atau bocor cairannya bisa tertelan oleh bayi.

• Berikan potongan-potongan buah dingin untuk ia gigit dan kunyah. Atau biarkan ia menggigiti waslap atau handuk kecil bersih yang direndam dalam air es untuk mengurangi ketidaknyamanan pada gusinya.

• Selalu pastikan mainan dan waslap yang ia gigit dalam keadaan bersih dan cukup besar sehingga tidak mungkin tertelan oleh bayi.

Menyapih Anak Dengan Cinta (Weaning with Love)

Menyusui merupakan kedekatan yang sangat intens antara ibu dan bayinya. Sehingga saat harus melalui proses menyapih, seringkali ibu merasa tak tega untuk melakukannya. Demikian pula bagi si bayi, yang juga tak rela berpisah dari ibunya. Akibatnya, proses yang sebenarnya alamiah ini, maju mundur bahkan menimbulkan masalah yang bisa menjadi momok bagi ibu dan anak.

Mestinya selama proses penyapihan itu tidak perlu terjadi saling menekan antara ibu dan anak karena proses tersebut alami. Menyapih bukan proses pemisahan hubungan antara ibu dan anak, baik secara fisik maupun emosi. Menyapih adalah bagian dari fase perkembangan yang harus dijalani oleh anak. Justru karena cinta ibu, anak harus melewati fase perkembangan ini untuk menghadapi fase perkembangan selanjutnya.

Fase belajar. Saat proses penyapihan terjadi, sebenarnya anak sedang berada pada fase alami untuk:
  • Belajar mengenal aneka ragam rasa dan tekstur makanan.
  • Latihan mengunyah makanan padat karena gigi dan rahangnya 'diuji' agar dapat berkembang secara optimal.
  • Latihan kemandirian, sebab anak tidak harus bergantung lagi pada ASI setiap ia merasa lapar atau haus. Dia sudah bisa menikmati makanan padatnya.
  • Latihan percaya pada orang lain dalam pemenuhan kebutuhannya. Saat ini Anda bukanlah satu-satunya orang yang bisa memenuhi kebutuhannya. Selain itu anak juga sedang berlatih untuk beradaptasi dan berinteraksi dengan orang lain.
Kerelaan ibu dan si bayi untuk mengakhiri kegiatan menyusu adalah kunci utama dari menyapih dengan cinta atau weaning with love.

Kalau ada anjuran: olesi saja daerah areola (puting) ibu dengan buah mengkudu atau obat merah agar bayi tak ingin menyusu, abaikan saran ini. Menyapih anak dengan cara ini sama dengan melakukan kekerasan padanya. Ibu mengambil paksa 'kepemilikannya', yang dapat menimbulkan luka batin. Lakukan sepenuh cinta dengan langkah-langkah ini:
  1. Kurangi frekuensi menyusui secara bertahap dimulai pada siang hari. Sebab pada saat inilah waktu yang tepat untuk mengenalkan dia pada sesuatu yang baru, seperti rasa, bentuk dan tekstur pada makanan pendamping ASI (MP-ASI).
  2. Tambah pemberian MP-ASI sebanyak 3-4 kali sehari untuk mengurangi pemberian ASI pada siang hari.
  3. Tetapkan tempat menyusui hanya pada satu tempat, misalnya di kamar. Gunanya agar si kecil tidak meminta susu di sembarang tempat sekaligus mengajaknya untuk belajar mengenal aturan.
  4. Tunjukkan perhatian dan kasih sayang selama proses menyapih, misalnya mendekap, mengusap atau mencium agar anak tahu bahwa Anda tetap menyayangi dia meski Anda sudah tidak menyusuinya lagi.
  5. Bulatkan tekad. Artinya ibu benar-benar siap untuk melepaskan aktivitas ini. Bila ibu ragu-ragu, ibu akan kesulitan sendiri. Ingat, keraguan ibu akan mudah terbaca oleh anak. Alhasil, anak pun menjadi tidak rela disapih.
  6. Sapih anak saat ia dalam keadaan sehat, karena dalam keadaan sakit ia akan semakin butuh kelekatan dengan ibu sebagai rasa nyaman & aman.  
  7. Libatkan suami sebagai orang yang mampu menghibur dan mengalihkan perhatian anak ketika rewel minta ASI.
  8. Berikan penjelasan pada anak mengapa ia harus disapih. Misalnya, “Ayo, kamu sudah besar, sudah tidak perlu lagi menyusu bunda. Makan kue saja yuk. Atau minum susu di cangkir?” Lakukan dengan sabar, lembut dan cinta ibu. Jangan pernah bosan untuk memberikan alasan padanya.
  9. Ganti aktivitas menyusu dengan membaca buku atau mendongeng sebelum tidur. Aktivitas ini tidak jauh berbeda saat ibu menyusuinya bukan?
Ada aturannya? Pernyataan WHO dan UNICEF di Geneva pada tahun 2001, “Tidak ada keharusan anak disapih pada usia 2 tahun. Benar bila ibu menyusui bayi secara eksklusif di enam bulan pertama kehidupannya. Kemudian ASI dapat dilanjutkan secara bersamaan dengan MP-ASI hingga anak berusia 2 tahun. Tapi tidak ada keharusan kapan harus menyapih.” Penelitian Dewey KG, Pediatric Clinics of North American, tahun 2001, ASI masih boleh diberikan pada anak usia 2 tahun karena masih mengandung: 43% protein, 36% kalsium, 75% vitamin A, dan 60% vitamin C. (me)
sumber: www.ayahbunda.co.id 

10 Hal Yang Harus Diketahui Bunda Tentang MPASI

Setelah masa 6 bulan ASI eksklusif, kini saatnya Bunda mulai memberikan makanan pendamping ASI (MPASI).
Memperkenalkan MPASI tak hanya mengenalkan pada nasi tim dan bubur susu. Berikan berbagai variasi makanan dan cita rasa. Selain untuk mendeteksi apakaha si kecil alergi terhadap bahan makanan tertentu, dengan mengenalkan variasi makanan sedini mungkin, si kecil akan tumbuh jadi anak yang tidak pemilih dalam hal makanan (picky eater)
Berikut ini 10 hal penting yang harus Bunda ketahui seputar pemberian MPASI pada si kecil
1.    MPASI adalah makanan pendamping ASI, bukan pengganti ASI.
ASI tetap nutrisi terbaik untuk si kecil, saat memberikan makanan padat di usia lebih dari 6 bulan, Mama tetap harus memberikan ASI pada si kecil.
2.    Mulai beri MPASI di usia 6 bulan, jangan terlalu cepat atau terlambat.
MPASI baru bisa diperkenalkan di usia lebih dari 6 bulan untuk menunggu kesiapan system pencernaan dan organ lain seperti hati dan ginjal, kesiapan system syaraf dan motorik bayi.
Pemberian MPASI terlalu dini dapat meningkatkan  resiko gangguan pencernaan, malnutrisi, infeksi pencernaan, obesitas dan alergi, termasuk eksim, asma dan alergi makanan.
Pemberian MPASI terlalu lambat akan meningkatkan resiko kekurangan energi, gangguan tumbuh kembang, lambatnya kemampuan adaptasi terhadap makanan.
3.    Berikan MPASI sesuai perkembangan usia.
  • Usia 6 bulan. Beri MPASI menggunakan sendok, bukan dengan botol. Mulailah memberikan 1 sdm beras atau sereal dicampur dengan  ASI. Secara bertahap tambahkan jumlah beras/sereal hingga maksimal 4 sdm, tekstur makanan lebih kental dari sebelumnya.
  • Usia 7 bulan. Beri 6-8 sendok makanan pokok (beras, sereal, kentang, jagung, ubi, singkong) per hari dalam dua kali pemberian, Mulai perkenalkan sayuran dan buah yang dihaluskan, 1-4 sendok makan per hari. Mulailah dengan mengenalkan sayur lebih dahulu. Perkenalkan satu jenis makanan selama 3-5 hari untuk memberi kesempatan bayi mengenali rasanya juga untuk mengetahui adanya reaksi alergi. Hindari dulu garam, gula atau mentega dan biarkan si kecil belajar mengenali rasa alami bahan makanan
  •  Usia 8-9 bulan.  Beri tekstur makanan yang lebih kasar dibanding bulan sebelumnya dengan jadwal 8 sendok makanan pokok per hari dalam 3 kali pemberian, sayur/buah sebanyak 4 sendok makan per hari. Di usia ini Bunda mulai bisa memperkenalkan daging, ikan atau ayam.
  • Usia 9-12 bulan.  Makanannya sudah bisa bertekstur kasar. Beri makanan pokok 8-12 sendok makan/per hari, dalam 3 kali pemberian, sayur dan buah sebanyak 3-6 sendok per hari, protein daging, ikan, atau ayam sebanyak 3-4 sendok makan per hari. Bunda bisa mulai memperkenalkan kuning telur, keju atau yoghurt serta finger food berupa buah potong atau sayuran kukus.
  • Usia 12 bulan ke atas. Di usia ini Bunda bisa memberikan makanan keluarga (menu untuk seluruh keluarga dengan catatan tidak mengandung tambahan gula, garam, mentega dan bahan penyedap. Beri sayur dan buah sebanyak 6 sendok makan per hari, daging, ayam atau ikan sebanyak 4 sendok makan per hari. Bunda juga bisa mulai memperkenalkan si kecil dengan putih telur dan susu UHT.
4.    Jangan makan sambil tidur.
Dudukanlah si kecil di pangkuan atau di kursi makan bayi (high chair). Jangan biarkan si kecil makan/minum sambil tiduran karena dapat meningkatkan resiko infeksi telinga basah.
5.    Beri makan secara bertahap dan perlahan.
Letakkan makanan di ujung sendok dan lihat reaksinya apakah si kecil menunjukkan rasa suka atau tidak suka dengan makanan yang diberikan. Beri jarak 3-4 hari sebelum memperkenalkan bahan makanan baru berikutnya.
6.    Perhatikan reaksi si kecil.
Lihat seksama tiap reaksi si kecil terhadap bahan makanan tertentu, seperti muntah, diare, gatal-gatal atau sesak nafas. Bila timbul gejala alergi, segera hentikan pemberian bahan makanan tersebut.
7.    Tepat waktu.
Berikan MPASI tepat pada waktunya dan beri cemilan di antara jam makan.
8.    Jangan dulu memberi garam dan gula.
Bayi Bunda tidak membutuhkannya bahkan akan menambah berat kerja ginjal sang bayi.
9.    Jangan beri madu hingga usia 2 tahun.
Karena ini dapat menimbulkan resiko penyakit infantile botulisme, yaitu gangguan pencernaan karena racun dari  spora Clostridium botulinum. Madu adalah sumber potensial dari spora ini.
10. Tak perlu kapsul multivitamin
Bunda tak perlu memberikan multivitamin dalam bentuk kapsul atau sirup, karena kebutuhan vitamin si kecil bisa dipenuhi dari bahan makanan sehari-hari. Pastikan menu hariannya sehat seimbang sesuai tahap perkembangannya. Bunda juga bisa terus memberikan ASI hingga 2 tahun sesuai permintaan si kecil.

Sumber: Q & A, Smart Parents fot Healthy Children, dr. Purnamawati S. Pujiarto, SpAk, MMPed